Minggu, 20 Januari 2013

Analisis Pajak di Indonesia


       I.            Pendahuluan
Tugas pemerintah pada prinsipnya berusaha dan bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Oleh karena itu pemerintah harus tampil ke depan dan turut campur tangan, bergerak aktif dalam bidang kehidupan masyarakat, terutama dibidang perekonomian guna tercapainya kesejahteraan umat manusia. Dengan memperhatikan hal tersebut melelui pajak pemerintah bergerak untuk membangun sebuah impian Negara yang sejahterah dan pengembangan pembangunan Negara terutama di bidang perekonomian. Pengertian pajak sendiri yaitu iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung.[1] Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.[2] Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Untuk mencapai dan menciptakan masyarakat yang sejahtera, dibutuhkan biaya-biaya yang cukup besar. Demi berhasilnya usaha ini, negara mencari pembiayaannya dengan cara menarik pajak. Penarikan atau pemungutan pajak adalah suatu fungsi yang harus dilaksanakan oleh negara sebagai suatu fungsi esensial.[3] Dibeberapa negara yang sudah maju, pajak sudah merupakan suatu conditiesine qua non bagi penambahan keuangan negara. Tanpa pemungutan pajak sudah bisa dipastikan bahwa keuangan negara akan lumpuh lebih-lebih lagi bagi negara yang sedang membangun seperti Indonesia, atau negara yang baru bebas dari belenggu kolonialis pajak merupakan darah bagi tubuh negara.
Bentuk manfaat yang bisa dinikmati oleh warga negara  adalah : kesejahteraan, pelayanan umum, perlindungan hukum, kebebasan, penggunaan fasilitas umum, seperti : pelabuhan, jalanan, jembatan, tempat-tempat hiburan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan manfaat tersebut. Penyediaan jasa atau fasilitas-fasilitas umum tidak mungkin dapat dikerjakan sendiri oleh pihak perorangan sebagai pelopor dalam mewujudkan atau menciptakan kesejahteraan untuk seluruh warganya. Sekilas tentang pajak dalam teorinya terdapat pemungutana pajak dan menarik lebih luas makalah ini akan menjelaskan beberapa unsur atau penjelasan yang harus dipahami dalam bab pemungutan pajak.

    II.            Rumusan Masalah
Berdasarkan Pasal 23A UUD 1945 bahwa dalam perpajakan mengenai hal pemungutan pajak terdapat beberapa sistematika yang harus dipahami dan terdapat beberapa fungsi, asas-asas yang perlu dicermati. Oleh karena itu dalam makalah ini menarik beberapa permasalah yang harus di analisis yaitu bagaimana dasar hukum, fungsi, asas-asas, dan sistematika pemungutan pajak di Indonesia? Adakah kendala-kendala atau hambatan-hambatan dalam proses pemungutan pajak di Indonesia? Bagaimana analisis terhadap pemungutan pajak  di Indonesia?



 III.            Pembahasan
A.    Pajak
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.[4] Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang “pajak” yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah :
a)      Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
b)      Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan unsur-unsur yang terdapat dalam pajak ialah:
                                                                    i.            Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksananya.
                                                                  ii.            Sifatnya dapat dipaksakan, hal ini berarti bahwa pelanggaran atas iuran perpajkan dapat dikenakan sanksi.
                                                                iii.            Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontra[restai secara langsung oleh pemerintah.
                                                                iv.            Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun daerah.
                                                                  v.            Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.[5]
c)      Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R, pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.[6]
Sementara pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah “kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.[7]
B.     Pemungutan Pajak
1.      Dasar Hukum Pemungutan Pajak
Hukum pajak harus memberikan jaminan hukum dan keadilan yang tegas, baik untuk negara selaku pemungut pajak (Fiskus) maupun kepada rakyat selaku wajib pajak. Di negara-negara yang menganut faham hukum, segala sesuatu yang menyangkut pajak harus ditetapkan dalam undang-undang. Dalam undang-undang Dasar 1945 dicantumkan pasal 23 ayat 2 sebagai dasar hukum pemungutan pajak oleh negara. Dalam pasal itu ditegaskan bahwa pengenaan dan pemungutan pajak (termasuk bea dan cukai) untuk keperluan negara hanya boleh terjadi berdasarkan undang-udang.
Perpajakan di Indonesia didasarkan pada Pasal 23A UUD 1945, dimana pajak adalah kontribusi yang dikenakan kepada seluruh Warga Negara Indonesia, warga negara asing dan warga yang tinggal secara kumulatif 120 hari di wilayah Indonesia dalam jangka waktu dua belas bulan.[8] Indonesia memiliki stratifikasi pajak termasuk pajak penghasilan, pajak daerah dan pajak pemerintah pusat.
No
Dasar Hukum
1
Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
2
“Undang-undang Pajak Penghasilan/UU PPh”: Undang-undang No.7/1983, diubah dengan Undang-undang No. 17/2000.
3
“Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah”/UU PPN/PPn BM ): Undang-undang No. 8/1983, diubah dengan Undang-undang No. 18/2000.
4
“Undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan - UU PBB”): Undang-undang No. 12/1985 diubah dengan Undang-undang No. 12/1994.
5
“Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa/UU PPSP”) Undang-undang No. 19/1997, diubah dengan Undang-undang No. 19/2000.
6
“Undang-undang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan/UU BPHTB”) Undang-undang No. 21/1997 diubah dengan Undang-undang No. 20/2000.
7
“Undang-undang Pengadilan Pajak/UU PP”: Undang-undang No. 14/2002.
8
“Undang-undang Bea Meterai/UU BM” pendek kata: Undang-undang No. 13 of 1985.[9]

2.      Asas-asas Pemungutan Pajak
Untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa ahli yang mengemukakan tentang asas pemungutan pajak, antara lain.
a)      Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang terkenal “The Four Maxims”, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.
·         Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
·         Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
·         Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
·         Asas Efficiency (asas efisien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.[10]

b)      Menurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
·         Asas daya pikul: besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang dibebankan.
·         Asas manfaat: pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.
·         Asas kesejahteraan: pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
·         Asas kesamaan: dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama).
·         Asas beban yang sekecil-kecilnya: pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika dibandingkan dengan nilai obyek pajak sehingga tidak memberatkan para wajib pajak.[11]

c)      Menurut Adolf Wagner, asas pemungutan pahak adalah sebagai berikut:
·         Asas politik finansial: pajak yang dipungut negara jumlahnya memadai sehingga dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan negara.
·         Asas ekonomi: penentuan obyek pajak harus tepat, misalnya: pajak pendapatan, pajak untuk barang-barang mewah
·         Asas keadilan: pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi, untuk kondisi yang sama diperlakukan sama pula.
·         Asas administrasi: menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan, dimana harus membayar pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara membayarnya) dan besarnya biaya pajak.
·         Asas yuridis: segala pungutan pajak harus berdasarkan Undang-undang.[12]

3.      Fungsi Pemungutan Pajak
Sebagaimana telah diketahui ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak terlihat adanya dua fungsi pajak:
·         Fungsi budgeter (Mengisi kas Negara)
·         Fungsi regulernd (Fungsi mengatur)
Untuk lebih jelasnya mengenai fungsi pajak ini akan diuraikan satu persatu sebagai berikut.
a)      Fungsi budgeter (mengisi kas negara)
Fungsi yang letaknya disektor publik yaitu fungsi untuk mengumpulkan uang pajak sebanyak banyaknya sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan akan digunakan  untuk membiayai pengeluaran negara.
b)      Fungsi regulernd (Fungsi mengatur)
Fungsi mengatur ini berarti bahwa pajak, dijadikan sebagai alat bagi pemerintah untuk mencapai suatu tujuan tertentu baik dalam bidang ekonomi moneter, Sosial, kultural, maupun dalam bidang politik.[13]

4.      Syarat Pemungutan Pajak
Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:
a)      Pemungutan pajak harus adil
Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya.
Contohnya:
·         Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak
·         Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak.
·         Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran.
b)      Pengaturan pajak harus berdasarkan UU
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
·         Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya.
·         Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum.
·         Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak.
c)      Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian.
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah.
d)     Pemungutan pajak harus efesien.
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.
e)      Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak.
Contoh:
·         Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tariff
·         Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%
·         Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (pribadi)

5.      Sistem Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak dilaksanakan dengan menggunakan tiga system.
a)      Official Assesment System
Sistem yang memberi wewenang kepada pemerintah (Fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang tertuang oleh wajib pajak.
Ciri-cirinya :
·         Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terhutang ada pada tahun berjalan
·         Angsuran bagi wajib pajak harus disetor sendiri
·         Pada akhir tahun pajak, fiskus menentukan besarnya hutang yang sesungguhnya berdasarkan data yang dilaporkan  oleh wajib pajak.
d)     Self Assesment system
Sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri pajak yang terhutang.
Ciri-cirinya :
·         Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terhutang ada pada wajib pajak sendiri.
·         Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.
·         Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi
e)      With Holding System
Sistem pemungutan yang wewenang kepada yang pihak ketiga (bukan yang fiskus dan bukan wajib pajak bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.[14]

6.      Cara Pemungutan Pajak
a)      Pengenaan di belakakng/ stelsel nyata (riil stelsel)
Pengenaan pajak berdasarkan objek (penghasilan) yang nyata sehingga pemungutan dilakukan diakhir tahun, setelah penghasilan sesungguhnya telah diketahui. Adapun keunggulan dari pengenaan ini yaitu Pajak yang dikenakannya lebih realistis dan adapun kelemahanya Pajak baru dikenakan pada akhir periode setelah penghasilan riil diketahui.
b)      Pengenaan dikenakan di depan/ stelsel anggapan (Fictive stelsel)
Pengenaan pajak berdasarkan pada suatu anggapan yang diatur undang-undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Adapun keunggulan dari pengenaan ini yaitu pajak dapat dibayar selama tahun berjalan tanpa harus menunggu sampai akhir tahun dan adapun kelemahanya Pajak tidak berdasar pada keadaan sesungguhnya
c)      Pengenaan campuran/ Stelsel campuran
Ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan anggapan, pengenaan pajak pada awal tahun dapat dihitung berdasarkan suatu anggapan dan pada akhir tahun besarnya disesuaikan  dengan keadaan yang sebenarnya.[15]
7.      Hambatan Pemungutan Pajak
Mengingat betapa pentingnya peran masyarakat untuk membayar pajak dalam perannya menanggung pembiayaan negara, maka dituntut kesadaran warga negara untuk memenuhi kewajiban kenegaraan. Terlepas dari kesadaran sebagai warga negara, pada sebagian warga masyarakat tidak memenuhi kewajiban membayar pajak dalam hal demikian timbul hambatan perlawanan terhadap pajak.
Hambatan/ perlawanan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi dua.

No
Jenis Perlawanan
Keterangan
1
Perawanan Pasif

Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, disebabkan antara lain :
·         Perkembangan intelektual dan moral masyarakat
·         Sistem perpajakan yang mungkin sulit dipahami masyarakat
·         Sistem kontrol tidak dapat dilakukan dengan baik
2
Perlawanan Aktif

Perlawanan Aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.
Bentuknya antara lain :
·         Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang.
·         Tax evation, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang (mengepalkan pajak).


C.     Manfaat Pajak
Sekilah memahami tentang pentingnya pajak dalam suatu Negara yaitu terdapat manfaat yang sangat luas sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga atau keluarga, perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan dan pos-pos pengeluaran. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan.
Penggunaan uang pajak meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan menggunakan uang yang berasal dari pajak. Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak.
Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan. Disamping fungsi budgeter (fungsi penerimaan) di atas, pajak juga melaksanakan fungsi redistribusi pendapatan dari masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi yang lebih tinggi kepada masyarakat yang kemampuannya lebih rendah. Oleh karena itu tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya secara baik dan benar merupakan syarat mutlak untuk tercapainya fungsi redistribusi pendapatan. Sehingga pada akhirnya kesenjangan ekonomi dan sosial yang ada dalam masyarakat dapat dikurangi secara maksimal.


 IV.            Analisis
Pajak merupakan kewajiban bagi setiap warga Negara, dan ketentuan-ketentuannya terdapat dalam undang-undang perpajakan. Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan kewajiban kenegaraan di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai dengan sistem self assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia.
Eksistensi pajak merupakan sumber pendapatan utama sebuah negara, karena merupakan isu strategis yang selalu menjadi pantauan masyarakat. Apalagi sekarang telah dilakukan pembahasan RUU Pajak yang baru yang akan menggantikan UU No. 16/2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Penduduk Indonesia sebesar 215 juta jiwa merupakan potensi pajak yang berlimpah. Ironisnya, hingga 2004 jumlah wajib pajak/ pembayar pajak hanya mencapai 3.670.060 jiwa dengan perincian 2622.184 pembayar pajak orang pribadi dan 1.047.876 lainnya pembayar pajak badan. Hal ini menandakan bahwa kebijakan perpajakan tidak cukup kuat untuk melakukan ekstensifikasi pajak di samping proses pendataan wajib pajak yang kurang gencar dilakukan.
Urgensi pajak bagi kelangsungan pembangunan tak lagi disangsikan. Karena itu wajar jika pemerintah terus berupaya menggali berbagai potensi tax coverage (lingkup/ cakupan pajak) sekaligus menekankan tax compliance (kepatuhan pajak) dari masyarakat. Namun demikian, kepatuhan pajak yang bersumber dari kesadaran masyarakat terhadap penunaian kewajiban membayar pajak itu tentu bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Berbagai persoalan perpajakan yang kerap muncul, baik yang bersumber dari wajib pajak (masyarakat), aparatur pajak (fiscus), maupun yang bersumber dari sistem perpajakan itu sendiri menunjukkan bahwa persoalan pajak merupakan hal yang kompleks. Oleh karena itu, penanganannya perlu diupayakan secara sinergis dan komprehensif.
    V.            Kesimpulan
Pada dasarnya pajak merupakan kewajiban bagi setiap warga Negara, adapun dalam Bab pemungutan pajak hal-hal yang harus diperhatikan adalah strategi pemungutan pajak karena dalam penerapan strategi pemunggutan pajak masih terdapat hambatan-hambatan yaitu berupa perlawanan dari masyarakat. Perlawanan tersebut terbagi menjadi dua Pertama pelrawanan pasif masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, disebabkan (Perkembangan intelektual dan moral masyarakat, sistem perpajakan yang mungkin sulit dipahami masyarakat, sistem kontrol tidak dapat dilakukan dengan baik). Yang Kedua perlawanan aktif masyarakat meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.
DAFTAR PUSTAKA

*      Ali, Chidir, Hukum Pajak Elementer, Bandung: Eresco 1993
*      Bohari, Pengantar Hukum Pajak, Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada, 2004
*      Judisseno, Rimsky K, Pajak dan Strategi Bisnis, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 1999
*      Muqodim, Perpajakan Buku Sat, Jogyakarta: UII Press dan Ekonesia, 2000
*      Pandiangan, Undang-Undang Perpajakan Indonesia,Erlangga, 2002
*      Soemitro, Rocmat, Pajak Ditinjau Dari Segi Hukum, Bandung:  PT Eresco, 1991
*      Suandy, Erly, Hukum Pajak, Jakarta: Salemba Empat 2000
*      Pasal 23A UUD 1945 tentang Perpajakan
*      Undang- Undang No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak
*      Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.


[1] Rimsky K Judisseno, Pajak dan Strategi Bisnis, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 1999) Hal. 7
[2] Erly Suandy, Hukum Pajak, (Jakarta: Salemba Empat 2000) Hal.
[3] Chidir Ali, Hukum Pajak Elementer, (Bandung: Eresco 1993). Hal.
[4] Bohari, Pengantar Hukum Pajak,(Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada, 2004) Hal. 5

[5] Muqodim, Perpajakan Buku Sat, (Jogyakarta: UII Press dan Ekonesia, 2000) Hal. 10
[6] Ibid, Rimsky K Judisseno
[7] UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan
[8] Pandiangan, Undang-Undang Perpajakan Indonesia, (Surabaya: Erlangga, 2002) Hal -
[9] Ibid, Pandiangan, Hal -
[10] Rocmat Soemitro, Pajak Ditinjau Dari Segi Hukum, (Bandung:  PT Eresco, 1991)
[11] Ibid, Rocmat Soemitro
[12] Ibid, Rocmat Soemitro
[13] Ibid, Chidir Ali, Hukum Pajak Elementer, (Bandung: Eresco 1993).
[14] Ibid, Rimsky K Judisseno, Pajak dan Strategi Bisnis, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999) Hal.
[15] Ibid, Rimsky K Judisseno, Pajak dan Strategi Bisnis, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999) Hal

Tidak ada komentar: