I.
Pendahuluan
Tugas pemerintah pada prinsipnya berusaha dan
bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Oleh karena itu
pemerintah harus tampil ke depan dan turut campur tangan, bergerak aktif dalam
bidang kehidupan masyarakat, terutama dibidang perekonomian guna tercapainya
kesejahteraan umat manusia. Dengan memperhatikan hal tersebut melelui pajak
pemerintah bergerak untuk membangun sebuah impian Negara yang sejahterah dan
pengembangan pembangunan Negara terutama di bidang perekonomian. Pengertian
pajak sendiri yaitu iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang
sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung.[1]
Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma
hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai
kesejahteraan umum.[2]
Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta
Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban
perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah
undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban,
tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam
bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Untuk mencapai dan menciptakan masyarakat yang
sejahtera, dibutuhkan biaya-biaya yang cukup besar. Demi berhasilnya usaha ini,
negara mencari pembiayaannya dengan cara menarik pajak. Penarikan atau
pemungutan pajak adalah suatu fungsi yang harus dilaksanakan oleh negara
sebagai suatu fungsi esensial.[3]
Dibeberapa negara yang sudah maju, pajak sudah merupakan suatu conditiesine
qua non bagi penambahan keuangan negara. Tanpa pemungutan pajak sudah bisa
dipastikan bahwa keuangan negara akan lumpuh lebih-lebih lagi bagi negara yang sedang
membangun seperti Indonesia, atau negara yang baru bebas dari belenggu
kolonialis pajak merupakan darah bagi tubuh negara.
Bentuk manfaat yang bisa dinikmati oleh warga
negara adalah : kesejahteraan, pelayanan umum, perlindungan hukum,
kebebasan, penggunaan fasilitas umum, seperti : pelabuhan, jalanan, jembatan,
tempat-tempat hiburan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan manfaat
tersebut. Penyediaan jasa atau fasilitas-fasilitas umum tidak mungkin dapat dikerjakan
sendiri oleh pihak perorangan sebagai pelopor dalam mewujudkan atau menciptakan
kesejahteraan untuk seluruh warganya. Sekilas tentang pajak dalam teorinya
terdapat pemungutana pajak dan menarik lebih luas makalah ini akan menjelaskan
beberapa unsur atau penjelasan yang harus dipahami dalam bab pemungutan pajak.
II.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
Pasal 23A UUD 1945 bahwa dalam perpajakan mengenai hal pemungutan pajak
terdapat beberapa sistematika yang harus dipahami dan terdapat beberapa fungsi,
asas-asas yang perlu dicermati. Oleh karena itu dalam makalah ini menarik
beberapa permasalah yang harus di analisis yaitu bagaimana dasar hukum, fungsi,
asas-asas, dan sistematika pemungutan pajak di Indonesia? Adakah
kendala-kendala atau hambatan-hambatan dalam proses pemungutan pajak di
Indonesia? Bagaimana analisis terhadap pemungutan pajak di Indonesia?
III.
Pembahasan
A.
Pajak
Pajak adalah iuran rakyat
kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan
tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma
hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai
kesejahteraan umum.[4]
Lembaga Pemerintah yang
mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang
merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Kementerian Keuangan Republik
Indonesia.
Terdapat
bermacam-macam batasan atau definisi tentang “pajak” yang dikemukakan oleh para
ahli diantaranya adalah :
a)
Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani,
pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang
terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang)
dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang
gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas
negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
b)
Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro
SH, pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi)
yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak
adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai
pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang
merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. Dari
pengertian tersebut dapat disimpulkan unsur-unsur yang terdapat dalam pajak
ialah:
i.
Pajak dipungut berdasarkan undang-undang
serta aturan pelaksananya.
ii.
Sifatnya dapat dipaksakan, hal ini
berarti bahwa pelanggaran atas iuran perpajkan dapat dikenakan sanksi.
iii.
Dalam pembayaran pajak tidak dapat
ditunjukan adanya kontra[restai secara langsung oleh pemerintah.
iv.
Pajak dipungut oleh Negara baik
pemerintah pusat maupun daerah.
v.
Pajak diperuntukkan bagi
pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih surplus,
dipergunakan untuk membiayai public investment.[5]
c)
Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M.,
Anderson Herschel M., & Brock Horace R, pajak adalah suatu pengalihan
sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum,
namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu,
tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat
melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.[6]
Sementara pajak menurut Pasal 1 angka 1
UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan UU No.28
Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah “kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat”.[7]
B.
Pemungutan Pajak
1.
Dasar Hukum Pemungutan Pajak
Hukum pajak
harus memberikan jaminan hukum dan keadilan yang tegas, baik untuk negara
selaku pemungut pajak (Fiskus) maupun kepada rakyat selaku wajib pajak. Di
negara-negara yang menganut faham hukum, segala sesuatu yang menyangkut pajak
harus ditetapkan dalam undang-undang. Dalam undang-undang Dasar 1945
dicantumkan pasal 23 ayat 2 sebagai dasar hukum pemungutan pajak oleh negara.
Dalam pasal itu ditegaskan bahwa pengenaan dan pemungutan pajak (termasuk bea
dan cukai) untuk keperluan negara hanya boleh terjadi berdasarkan undang-udang.
Perpajakan di
Indonesia didasarkan pada Pasal 23A UUD 1945, dimana pajak adalah kontribusi
yang dikenakan kepada seluruh Warga Negara Indonesia, warga negara asing dan
warga yang tinggal secara kumulatif 120 hari di wilayah Indonesia dalam jangka
waktu dua belas bulan.[8]
Indonesia memiliki stratifikasi pajak termasuk pajak penghasilan, pajak daerah
dan pajak pemerintah pusat.
No
|
Dasar
Hukum
|
1
|
Undang-Undang
No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
|
2
|
“Undang-undang
Pajak Penghasilan/UU PPh”: Undang-undang No.7/1983, diubah dengan
Undang-undang No. 17/2000.
|
3
|
“Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai
atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah”/UU PPN/PPn BM ):
Undang-undang No. 8/1983, diubah dengan Undang-undang No. 18/2000.
|
4
|
“Undang-undang
Pajak Bumi dan Bangunan - UU PBB”): Undang-undang No. 12/1985 diubah dengan
Undang-undang No. 12/1994.
|
5
|
“Undang-undang Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa/UU PPSP”) Undang-undang No. 19/1997, diubah dengan Undang-undang
No. 19/2000.
|
6
|
“Undang-undang
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan/UU BPHTB”) Undang-undang No.
21/1997 diubah dengan Undang-undang No. 20/2000.
|
7
|
“Undang-undang Pengadilan Pajak/UU
PP”: Undang-undang No. 14/2002.
|
8
|
“Undang-undang
Bea Meterai/UU BM” pendek kata: Undang-undang No. 13 of 1985.[9]
|
2.
Asas-asas Pemungutan Pajak
Untuk
dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa ahli yang mengemukakan
tentang asas pemungutan pajak, antara lain.
a)
Menurut Adam Smith
dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang terkenal “The Four
Maxims”, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.
·
Asas Equality
(asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan): pemungutan pajak yang
dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib
pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
·
Asas Certainty (asas kepastian
hukum): semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar
akan dapat dikenai sanksi hukum.
·
Asas Convinience
of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas
kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat
yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya
atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
·
Asas Efficiency
(asas efisien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat
mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil
pemungutan pajak.[10]
b)
Menurut W.J. Langen, asas pemungutan
pajak adalah sebagai berikut:
·
Asas daya
pikul:
besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya penghasilan
wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang
dibebankan.
·
Asas manfaat:
pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang
bermanfaat untuk kepentingan umum.
·
Asas
kesejahteraan: pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
·
Asas kesamaan:
dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus
dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama).
·
Asas beban
yang sekecil-kecilnya: pemungutan pajak diusahakan
sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika dibandingkan dengan nilai obyek
pajak sehingga tidak memberatkan para wajib pajak.[11]
c)
Menurut Adolf Wagner, asas
pemungutan pahak adalah sebagai berikut:
·
Asas politik
finansial: pajak yang dipungut negara jumlahnya memadai
sehingga dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan negara.
·
Asas ekonomi:
penentuan obyek pajak harus tepat, misalnya: pajak pendapatan, pajak untuk
barang-barang mewah
·
Asas keadilan:
pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi, untuk kondisi yang sama
diperlakukan sama pula.
·
Asas
administrasi: menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan,
dimana harus membayar pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara membayarnya)
dan besarnya biaya pajak.
3.
Fungsi Pemungutan Pajak
Sebagaimana telah
diketahui ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak terlihat adanya dua
fungsi pajak:
·
Fungsi budgeter (Mengisi kas Negara)
·
Fungsi regulernd (Fungsi mengatur)
Untuk
lebih jelasnya mengenai fungsi pajak ini akan diuraikan satu persatu sebagai
berikut.
a)
Fungsi budgeter (mengisi kas negara)
Fungsi yang letaknya disektor
publik yaitu fungsi untuk mengumpulkan uang pajak sebanyak banyaknya sesuai
dengan undang-undang yang berlaku dan akan digunakan untuk membiayai
pengeluaran negara.
b)
Fungsi regulernd (Fungsi mengatur)
Fungsi mengatur ini berarti bahwa
pajak, dijadikan sebagai alat bagi pemerintah untuk mencapai suatu tujuan
tertentu baik dalam bidang ekonomi moneter, Sosial, kultural, maupun dalam
bidang politik.[13]
4.
Syarat Pemungutan Pajak
Tidaklah mudah
untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan
membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan
karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka
pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:
a)
Pemungutan
pajak harus adil
Seperti halnya produk hukum pajak pun
mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil
dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya.
Contohnya:
·
Dengan mengatur hak dan kewajiban para
wajib pajak
·
Pajak diberlakukan bagi setiap warga
negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak.
·
Sanksi atas
pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya
pelanggaran.
b)
Pengaturan
pajak harus berdasarkan UU
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945
yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara
diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
·
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh
negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya.
·
Jaminan hukum bagi para wajib pajak
untuk tidak diperlakukan secara umum.
·
Jaminan hukum akan terjaganya
kerasahiaan bagi para wajib pajak.
c)
Pungutan pajak
tidak mengganggu perekonomian.
Pemungutan pajak harus diusahakan
sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian,
baik kegiatan produksi,
perdagangan,
maupun jasa.
Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat
dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat
kecil dan menengah.
d)
Pemungutan
pajak harus efesien.
Biaya-biaya yang
dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai
pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh
karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk
dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam
pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.
e)
Sistem
pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana pajak dipungut akan
sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan
memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai
sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan
kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak
rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak.
Contoh:
·
Bea materai disederhanakan dari 167
macam tarif menjadi 2 macam tariff
·
Tarif PPN yang beragam disederhanakan
menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%
·
Pajak perseorangan untuk badan dan pajak
pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh)
yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (pribadi)
5.
Sistem Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak dilaksanakan
dengan menggunakan tiga system.
a) Official
Assesment System
Sistem yang memberi wewenang kepada
pemerintah (Fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang tertuang oleh wajib
pajak.
Ciri-cirinya :
·
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak
terhutang ada pada tahun berjalan
·
Angsuran bagi wajib pajak harus disetor
sendiri
·
Pada akhir tahun pajak, fiskus
menentukan besarnya hutang yang sesungguhnya berdasarkan data yang
dilaporkan oleh wajib pajak.
d)
Self Assesment system
Sistem pemungutan pajak yang
memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri pajak yang
terhutang.
Ciri-cirinya :
·
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak
terhutang ada pada wajib pajak sendiri.
·
Wajib pajak aktif, mulai dari
menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.
·
Fiskus tidak ikut campur dan hanya
mengawasi
e)
With Holding System
Sistem pemungutan yang wewenang
kepada yang pihak ketiga (bukan yang fiskus dan bukan wajib pajak bersangkutan)
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.[14]
6.
Cara Pemungutan Pajak
a)
Pengenaan di belakakng/ stelsel nyata
(riil stelsel)
Pengenaan pajak berdasarkan objek
(penghasilan) yang nyata sehingga pemungutan dilakukan diakhir tahun, setelah
penghasilan sesungguhnya telah diketahui. Adapun keunggulan dari pengenaan ini
yaitu Pajak yang dikenakannya lebih realistis dan adapun kelemahanya Pajak baru
dikenakan pada akhir periode setelah penghasilan riil diketahui.
b)
Pengenaan dikenakan di depan/ stelsel
anggapan (Fictive stelsel)
Pengenaan pajak berdasarkan pada
suatu anggapan yang diatur undang-undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun
dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada tahun pajak sudah dapat
ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Adapun
keunggulan dari pengenaan ini yaitu pajak dapat dibayar selama tahun berjalan
tanpa harus menunggu sampai akhir tahun dan adapun kelemahanya Pajak tidak
berdasar pada keadaan sesungguhnya
c)
Pengenaan campuran/ Stelsel campuran
Ini merupakan kombinasi antara
stelsel nyata dan anggapan, pengenaan pajak pada awal tahun dapat dihitung
berdasarkan suatu anggapan dan pada akhir tahun besarnya disesuaikan
dengan keadaan yang sebenarnya.[15]
7.
Hambatan Pemungutan Pajak
Mengingat betapa pentingnya peran
masyarakat untuk membayar pajak dalam perannya menanggung pembiayaan negara,
maka dituntut kesadaran warga negara untuk memenuhi kewajiban kenegaraan.
Terlepas dari kesadaran sebagai warga negara, pada sebagian warga masyarakat
tidak memenuhi kewajiban membayar pajak dalam hal demikian timbul hambatan
perlawanan terhadap pajak.
Hambatan/ perlawanan terhadap
pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi dua.
No
|
Jenis
Perlawanan
|
Keterangan
|
1
|
Perawanan Pasif
|
Masyarakat enggan (pasif) membayar
pajak, disebabkan antara lain :
·
Perkembangan intelektual dan
moral masyarakat
·
Sistem perpajakan yang mungkin
sulit dipahami masyarakat
·
Sistem kontrol tidak dapat
dilakukan dengan baik
|
2
|
Perlawanan Aktif
|
Perlawanan Aktif meliputi semua usaha
dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan
untuk menghindari pajak.
Bentuknya antara lain :
·
Tax avoidance, usaha meringankan
beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang.
·
Tax evation, usaha meringankan
beban pajak dengan cara melanggar undang-undang (mengepalkan pajak).
|
C.
Manfaat Pajak
Sekilah
memahami tentang pentingnya pajak dalam suatu Negara yaitu terdapat manfaat
yang sangat luas sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga atau
keluarga, perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan dan
pos-pos pengeluaran. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa
pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan.
Penggunaan
uang pajak meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan
berbagai proyek pembangunan. Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan,
jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan menggunakan
uang yang berasal dari pajak. Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam
rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga
negara mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas
atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal
dari pajak.
Dengan demikian
jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan
dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan. Disamping
fungsi budgeter (fungsi penerimaan) di atas, pajak juga melaksanakan fungsi
redistribusi pendapatan dari masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi yang
lebih tinggi kepada masyarakat yang kemampuannya lebih rendah. Oleh karena itu
tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya secara
baik dan benar merupakan syarat mutlak untuk tercapainya fungsi redistribusi
pendapatan. Sehingga pada akhirnya kesenjangan ekonomi dan sosial yang ada
dalam masyarakat dapat dikurangi secara maksimal.
IV.
Analisis
Pajak merupakan kewajiban bagi setiap warga Negara,
dan ketentuan-ketentuannya terdapat dalam undang-undang perpajakan. Tanggung
jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan kewajiban kenegaraan
di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi
kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai dengan sistem self assessment yang
dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia.
Eksistensi pajak merupakan sumber pendapatan utama
sebuah negara, karena merupakan isu strategis yang selalu menjadi pantauan
masyarakat. Apalagi sekarang telah dilakukan pembahasan RUU Pajak yang baru
yang akan menggantikan UU No. 16/2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan. Penduduk Indonesia sebesar 215 juta jiwa merupakan potensi pajak
yang berlimpah. Ironisnya, hingga 2004 jumlah wajib pajak/ pembayar pajak hanya
mencapai 3.670.060 jiwa dengan perincian 2622.184 pembayar pajak orang pribadi
dan 1.047.876 lainnya pembayar pajak badan. Hal ini menandakan bahwa kebijakan
perpajakan tidak cukup kuat untuk melakukan ekstensifikasi pajak di samping
proses pendataan wajib pajak yang kurang gencar dilakukan.
Urgensi pajak bagi kelangsungan pembangunan tak lagi
disangsikan. Karena itu wajar jika pemerintah terus berupaya menggali berbagai
potensi tax coverage (lingkup/ cakupan pajak) sekaligus menekankan tax
compliance (kepatuhan pajak) dari masyarakat. Namun demikian, kepatuhan pajak
yang bersumber dari kesadaran masyarakat terhadap penunaian kewajiban membayar
pajak itu tentu bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Berbagai persoalan
perpajakan yang kerap muncul, baik yang bersumber dari wajib pajak
(masyarakat), aparatur pajak (fiscus), maupun yang bersumber dari sistem
perpajakan itu sendiri menunjukkan bahwa persoalan pajak merupakan hal yang
kompleks. Oleh karena itu, penanganannya perlu diupayakan secara sinergis dan
komprehensif.
V.
Kesimpulan
Pada dasarnya pajak merupakan kewajiban bagi setiap
warga Negara, adapun dalam Bab pemungutan pajak hal-hal yang harus diperhatikan
adalah strategi pemungutan pajak karena dalam penerapan strategi pemunggutan
pajak masih terdapat hambatan-hambatan yaitu berupa perlawanan dari masyarakat.
Perlawanan tersebut terbagi menjadi dua Pertama pelrawanan pasif masyarakat
enggan (pasif) membayar pajak, disebabkan (Perkembangan intelektual dan moral
masyarakat, sistem perpajakan yang mungkin sulit dipahami masyarakat, sistem
kontrol tidak dapat dilakukan dengan baik). Yang Kedua perlawanan aktif
masyarakat meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan
kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.
DAFTAR PUSTAKA










[1] Rimsky K Judisseno, Pajak dan Strategi Bisnis, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama 1999) Hal. 7
[2] Erly Suandy, Hukum Pajak, (Jakarta: Salemba Empat
2000) Hal.
[3] Chidir Ali, Hukum Pajak Elementer, (Bandung: Eresco 1993). Hal.
[4] Bohari, Pengantar Hukum Pajak,(Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada, 2004)
Hal. 5
[5] Muqodim, Perpajakan Buku Sat, (Jogyakarta: UII Press dan Ekonesia, 2000)
Hal. 10
[6] Ibid, Rimsky K Judisseno
[7] UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan
[8] Pandiangan, Undang-Undang Perpajakan Indonesia, (Surabaya: Erlangga, 2002) Hal
-
[9] Ibid, Pandiangan, Hal -
[10] Rocmat Soemitro, Pajak Ditinjau Dari Segi Hukum,
(Bandung: PT Eresco, 1991)
[11] Ibid, Rocmat Soemitro
[12] Ibid, Rocmat Soemitro
[13] Ibid, Chidir Ali, Hukum Pajak
Elementer, (Bandung: Eresco 1993).
[14] Ibid, Rimsky K Judisseno, Pajak
dan Strategi Bisnis, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999) Hal.
[15] Ibid, Rimsky K Judisseno, Pajak
dan Strategi Bisnis, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999) Hal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar